JAKARTA,
Masalah royalti musik sekali lagi mendapat perhatian. Ariel dari band NOAH mengemukakan masalah ketidakseimbangan dalam pembagian royalti, terlebih soal hak cipta lagu yang dimiliki oleh penulis lirik dan komposer.
Dia menggarisbawahi pentingnya menerapkan sistem yang lebih adil dan jujur untuk memastikan kelangsungan industri musik dalam negeri.
Dalam wawancara dengan saluran YouTube TS Media yang dirilis pada hari Selasa (20/5/2025), Ariel menyatakan bahwa dia benar-benar menerima royalti baik dari dalam maupun luar negeri atas kontribusinya sebagai penulis lagu.
Tetapi, menurut pendapatnya, jumlah royalti yang berasal dari luar negeri kadang-kadang bahkan lebih tinggi daripada yang datang dari dalam negeri.
“Royalti baik dari dalam negeri maupun luar negeri pun ada, terkadang justru yang berasal dari luar negeri jumlahnya lebih besar,” kata Ariel.
Ariel menyatakan bahwa sistem penyaluran hakroyalty antar negara telah diatur melalui kolaborasi antara Lembaga Pengelola Hak Kolektif (LPHK) dari dalam dan luar negeri, bersama dengan Lembaga Pengelolaan Hak Kolektif Nasional (LPBHN).
Meskipun demikian, dia menggarisbawahi bahwa implementasi dalam kehidupan nyata masih sangat berbeda dengan standar yang diharapkan.
“LMK-LMK ini akan berkoordinasi dengan LMKN, kemudian LMKN juga akan berkolaborasi dengan LMK di luar negeri mengenai lagu-lagu yang disiarkan secara komersial serta hal-hal lainnya,” terangnya.
Walaupun sistem sudah berjalan, Ariel menggarisbawahi permasalahan utama yang masih kerap terjadi yaitu meskipun royalti telah dibayar oleh para penggunanya, namun belum mencapai pencipta lagu.
“Ariel mengatakan, ‘Sering kali sudah terbayar (oleh penggunanya), tetapi penciptanya tidak mendapat untung dari hal itu,’”
Menurutnya, sumber masalah utamanya berada pada ketidakmampuan sistem pelacakan tagihan serta sedikitnya edukasi yang diberikan oleh institusi terkait. Banyak konsumen musik enggan dibebani dengan pembayaran karena rendahnya tingkat penguasaan mereka tentang hak dan tanggung jawab di dalam struktur royalti.
“Sistem tersebut perlu disempurnakan. Mulai dari metode penagihan hingga cara mensosialisasikannya harus ditingkatkan. Banyak orang justru merasa diminta uang berlebihan saat menagih, meskipun tidak demikian. Perlu dibahas tentang hak artis dan komposer agar pemahaman mereka meningkat,” ungkap Ariel dengan tegas.
Klaim Ariel menjadi sorotan saat kritikan terhadap mekanisme royalti di Indonesia semakin membesar. Beberapa bulan belakangan ini, banyak musisi serta organisasi yang mengungkapkan kekhawatiran mereka, termasuk mencari solusi melalui proses hukum.
Organisasi musik seperti AKSI menyediakan opsi alternatif melalui lisensi langsung, sedangkan VISI telah mengajukan peninjauan terhadap Undang-Undang Hak Cipta di Pengadilan Konstitusi.
Sebaliknya, Melly Goeslaw, yang saat ini berperan sebagai anggota Komisi X DPR RI, mengungkapkan bahwa penyempurnaan Undang-Undang Hak Cipta telah dimasukkan ke dalam Rencana legislasi Nasional (Prolegnas) untuk tahun 2025.
Usaha-usaha itu menunjukkan tekad yang kuat dari komunitas musisi untuk mewujudkan sistem royalti di Indonesia yang lebih adil, terbuka, serta bisa menghargai sepenuhnya hak ciptaan para pembuat karya seni.
Artikel ini dipublikasikan di bawahjudul “Fokus pada Sistem Royalti, Ariel NOAH: Terkadang Sudah Dibayar Namun Pengarang Tidak Menerima”