JAKARTA,
– Kelompok mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menolak pernyataan penyidik KPK Rossa Purbo Bekti yang mengklaim bahwa Firli telah memberikan bocoran tentang informasi Operasi Tangkap Tangan (OTT) terkait kasus eks anggota PDIP Harun Masiku.
Rossa hadir dalam persidangan sebagai saksi untuk kasus penghalangan penyelidikan dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) Harun Masiku bersama terdakwa Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Hasto Kristiyanto (HK). Sidang ini berlangsung di Pengadilan Tindakan Korupsi Jakarta Pusat pada hari Jumat, tanggal 9 Mei 2025.
“itu adalah dusta dan pencemaran nama baik,” ujar pengacara Firli Bahuri, Ian Iskandar ketika dihubungi pada hari Selasa (13/5/2025).
Menurut Ian, ketika operasi tangkap tangan sedang berlangsung, Firli Bahuri berada di Surabaya dan tidak terlibat dalam acara penyerahan gelar atau paparan pers.
“Bapak FB (Firli Bahuri) ketika operasi tangkap tangan oleh KPK pada tanggal 8 Januari berada di Surabaya dan bukan di Jakarta. Saat penayangan hasil operasi tangkap tangan tersebut, dia juga tidak hadir di lokasi, jadi mustahil disalahkan karena bocor informasinya,” katanya.
Dalam keterangannya, Rossa mengungkapkan bahwa mantan kepala KPK tersebut mencegah proses penyelidikan karena gagal mendakwa Hasto Kristiyanto sebagai terduga utama dalam kasus Harun Masiku.
Peristiwa itu tercatat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) milik Rossa dan dibacakkan oleh pengacara Hasto, yakni Maqdir Ismail, saat persidangan di Pengadilan TindakPidana Korupsi Jakpus pada hari Jumat, 9 Mei 2025.
“Kewenangan tersebut meliputi otoritas dari Nawawi Pomolango, Nurul Ghufron, Alexander Marwata, serta Lili Pintauli Siregar sebagai pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi ketika melakukan paparan tentang mencegah dan menentramkan upaya agar Hasto Kristiyanto tidak dijadikan tersangka,” ungkap Maqdir sambil membaca Berita Acara Pendapat (BAP) milik Rossa.
“Apakah mereka pernah memeriksakan?” tanya Maqdir kemudian kepada Rossa.
Rossa selanjutnya mengatakan bahwa rekaman terkait dengan penayangan atau pemberontakan perkara dari penggerebekan langsung (OTT) dalam kasus Harun Masiku yang berlangsung pada tanggal 8 Januari 2020 telah dibuat.
Petugas penyelidik dalam kasus penghalang-halangi ini selanjutnya mengambil alih perekamannya dan memastikan bahwa para pemimpin KPK di waktu itu, yaitu Nawawi, Ghufron, Alex, serta Lili, enggan memiliki Hasto disebut sebagai terdakwa.
Pada waktu itu, Firli Bahuri yang berperan sebagai kepala KPK tidak hadir dalam sidang perkara tersebut.
Merespon perihal itu, mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengungkapkan kesiapan dirinya apabila pemimpin KPK yang ada saat ini berkeinginan untuk melanjutkan kasus terkait adanya perselisihan antara pemimpin KPK sebelumnya tentang penetapan Hasto sebagai tersangka.
“Langkah selanjutnya adalah tugas dari pemimpin yang sedang menjabat. Jika keputusan empat pemimpin sebelumnya dinilai menghambat proses penyelidikan, mohon untuk ditindaklanjuti,” ujar Alex ketika dihubungi, Senin (13/5/2025).
Namun begitu, Alex menyebutkan bahwa pemimpin KPK harusnya memberi klarifikasi tentang keputusan bersama yang menentang atau tidak setuju dengan penetapan seseorang menjadi tersangka sebelum proses tersebut dilakukan.
“Apa tanggapan mereka ketika pemimpin bersama-sama dengan para kolega menentang atau tidak setuju dan justru meminta penyidik untuk berfokus pada penemuan pelaku utama sebelum menyatakan tersangka lain, sehingga disalahkan atas penghambatan proses penyelidikan?” katanya.
Alex juga bertanya tentang posisi pemimpin KPK saat ini bila terdapat seorang pemimpin yang setuju untuk tidak meningkatkan status seseorang menjadi tersangka.
“Juga tanyakan tentang otoritas orang yang menentukan penyidik terdakwa atau pemimpinnya. Apakah semua kasus yang dibuka perlu persetujuan dari pemimpin,” katanya.